BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Serat
makanan merupakan komponen makanan dari golongan karbohidrat ( Non Strach Polysaccaride ) tumbuhan yang
tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Karbohidrat merupakan
penyusun terbanyak dari serealia. Karbohidrat tersebut terdiri dari pati ( bagian
utama ), pentosan, selulosa, hemi selulosa dan gula bebas ( Sudibyo, 2005 ).
Serat
makanan tidak benar-benar berbentuk serat yang panjang dan kasar. Serat makanan
tidak dapat diserap oleh dinding usus
halus dan tidak dapat masuk kedalam sirkulasi darah. Namun akan dilewatkan
menuju ke usus besar dengan gerakan peristaltik usus. Serat makanan di dalam
usus besar akan meningkatkan volume feses, sehingga memperlancar feses melewati
usus dan meningkatkan waktu transit di dalam usus. Bersamaan dengan fermentasi
oleh bakteri di dalam usus serat mencegah terjadinya konstipasi. Dengan bantuan
cairan akan terbentuk feses yang lunak dan volume yang cukup besar sehingga
akan mengurangi tekanan rectal dan mencegah terjadinya hemoroid. Serat makanan juga mencegah terjadinya apendicitis dan divertikulosis. Diet tinggi serat akan membantu dalam penurunan
berat badan dan menghindari kanker kolon.
Serat
makanan juga mempunyai efek fisiologis antara lain : mengisi perut dan memberikan
efek rasa kenyang, sehingga mencegah makanan agar tidak terlalu banyak
dikonsumsi dan membantu pengendalian berat badan, meningkatkan toleransi glukosa
dan menurunkan kadar kolesterol. Jika jumlah konsumsi seseorang tidak dibatasi
maka akan mengakibatkan meningkatnya berat badan dan terjadi ketidak seimbangan
fungsi faal tubuh. Jika hal tersebut tidak diatasi dan seseorang telah
mengalami obesitas maka akan mengakibatkan munculnya penyakit – penyakit
degeneratif lainnya seperti Diabetes Melitus ( DM ), Penyakit Jantung Koroner (
PJK ), beberapa jenis kanker dan gangguan fungsi pernafasan. Obesitas merupakan
penyakit yang dapat diderita oleh setiap orang tanpa melihat usia. Tetapi
obesitas kebanyakan dijumpai pada usia lebih dari 30 tahun, karena pada usia
tersebut karier seseorang mulai mantap dan mulai memiliki tanggung jawab yang
besar, aktifitas fisik menurun sehingga merupakan usia yang rawan terkena
obesitas ( Purwati, 2000).
Salah
satu faktor utama penyebab obesitas adalah pola konsumsi makanan yang cenderung
memicu pesatnya kenaikan berat badan, makanan yang memiliki sifat dapat memicu
kenaikan berat badan umumnya mengandung lemak dan gula tinggi, tetapi miskin
serat. Asupan serat yang terlampau rendah dalam waktu yang lama akan
mempengaruhi kesehatan, rendahnya konsumsi serat beresiko tinggi terkena
obesitas dan penyakit degeneratif ( Sulistijani, 1999 ).
Obesitas juga dapat
disebabkan karena kebiasaan ngemil atau mengkonsumsi makanan ringan yang berlebih dimana kandungan
protein, lemak dan karbohidratnya tinggi. Kebiasaan ngemil ini merupakan
kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan, sehingga menjadi tantangan bagi kita
untuk membuat alternatif pangan yang memiliki kandungan protein, lemak, dan
karbohidrat yang cukup rendah, tetapi
memiliki kandungan serat yang tinggi.
Salah satu produk
makanan yang sering digunakan untuk cemilan atau makanan ringan adalah brownies
kukus. Brownies kukus adalah makanan dengan bahan dasar tepung terigu, dimana
kandungan protein, lemak dan karbohidratnya cukup tinggi, tetapi kandungan
seratnya rendah, sehingga kurang baik jika terlalu sering dikonsumsi sebagai
makanan ringan atau cemilan, khususnya bagi orang yang obesitas.
Menyadari hal ini,
perlu dipikirkan divertifikasi pangan yang memiliki kandungan zat-zat gizi yang
cukup lengkap, praktis dan dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya dan bagi
orang yang menerapkan diit penurunan berat badan pada khususnya. Alternatif
yang dapat dilakukan adalah dengan mensubtitusi tepung terigu dengan tepung
bonggol pisang dalam brownies kukus.
Bonggol pisang adalah
batang tanaman pisang yang berupa umbi batang. Bonggol pisang muda dapat
dimanfaatkan untuk sayur. Selama ini bonggol pisang hanya sebagai limbah atau
sisa dari tanaman pisang yang sudah dipanen atau tidak dimanfaatkan lagi.
Selain itu juga bonggol pisang memiliki kandungan energi, protein, lemak dan
karbohidrat yang cukup rendah, tetapi memiliki kandungan serat yang tinggi,
sehingga dapat dikonsumsi bagi orang yang sedang menerapkan diit penurunan
barat badan. Jenis produk dari bonggol pisang yang pernah dibuat adalah kripik
bonggol pisang ( Satuhun, 2006 ).
Dalam penelitian kali
ini bonggol pisang akan dibuat menjadi tepung bonggol pisang yang nantinya akan
dijadikan sebagai bahan subtitusi tepung terigu pada pembuatan brownies kukus.
Dengan adanya subtitusi tepung bonggol pisang dalam pembuatan brownies kukus
maka akan mempengaruhi ataupun akan merubah sifat-sifat organoleptik dan daya terima brownies kukus tersebut,
sehingga perlu dilakukan uji organoleptik. Mutu organoleptik mempunyai peranan
dan makna yang sangat besar dalam penilaian mutu produk pangan. Pengujian mutu
organoleptik produk pangan meliputi warna, aroma, tekstur dan kemudian baru
rasa.
Apabila sebagian
panelis memberikan penilaian yang baik artinya produk pangan tersebut dapat
diterima oleh khalayak umum. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin
mengetahui pengaruh subtitusi tepung bonggol pisang dalam pembuatan brownies
kukus terhadap kadar serat dan daya terima.
B.
Rumusan
Masalah
Apakah ada pengaruh
subtitusi tepung bonggol pisang terhadap kadar serat dan daya terima brownies
kukus?
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Tujuan Umum
Mengetahui
pengaruh subtitusi tepung bonggol pisang terhadap kadar serat dan daya terima pada
brownies kukus.
2.
Tujuan Khusus
a) Mengetahui
kandungan serat tepung bonggol pisang.
b) Mengetahui
kandungan serat brownies kukus yang dibuat dari subtitusi tepung bonggol
pisang.
c) Mengetahui
daya terima brownies kukus yang dibuat dari subtitusi tepung bonggol pisang.
d) Menjelaskan
pengaruh sebtitusi tepung bonggol pisang terhadap kandungan serat brownies
kukus.
e) Menelaskan
pengaruh subtitusi tepung bonggol pisang terhadap daya terima brownies kukus.
f) Mengetahui
komposisi subtitusi tepung bonggol pisang yang dapat diterima dalam pembuatan
brownies kukus.
D.
Manfaat
Penelitian
1. Memberikan
informasi tentang subtitusi tepung bonggol pisang yang dapat diterima dalam
pembuatan brownies kukus.
2. Penganekaragaman
jenis bahan makanan, sehingga banyak alternatif pilihan bahan makanan yang
dapat digunakan sebagai bahan pembuatan brownies kukus.
3. Peneltian
ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan
Umum Tentang Brownies Kukus
Brownies
kukus merupakan produk makanan yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu,
telur, coklat, garam, gula, shortening, bahan pengembang dan bila perlu dapat
pula ditambahkan flavor. Pada zaman sekarang brownies kukus merupakan makanan
cemilan yang banyak disukai oleh semua kalangan karena rasa dan bahan – bahan
penyusunnya yang tergolong mewah dan enak.
Secara
umum pembuatan brownies kukus melalui tiga tahap yaitu :
a. Tahapan
pembuatan adonan, yaitu pencampuran semua bahan sehingga terbentuk adonan yang
homogeny.
b. Tahapan
pencetakan adonan, setelah dihasilkan adonan yang sesuai, tahap selanjutnya
adalah proses pencetakan adonan kedalam loyang atau cetakan yang telah
disiapkan.
c. Tahap
pengukusan adonan, merupakan tahap akhir dalam pembuatan brownies kukus, dalam
tahap ini perlu diperhatikan suhu dan lama waktu pengukusan untuk mendapatkan
hasil brownies yang baik.
Brownies
kukus merupakan makanan yang mengandung energi, protein, lemak dan karbohidrat
yang cukup tinggi, sehingga kurang cocok untuk dikonsumsi oleh orang yang
sedang dalam diit penurunan berat badan. Tetapi brownies kukus baik dikonsumsi
untuk orang yang sedang dalam diit TKTP ( tinggi kalori tinggi protein ) karena
kandungan protein dan energy yang tinggi dalam brownies kukus, sehingga dapat
membantu dalam menjaga kondisi tubuh ( Anonymous, 2013 ).
Bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan
pembuatan brownies kukus yaitu :
1.
Tepung
Terigu
Tepung yang digunakan dalam pembuatan brownies kukus pada
dasarnya adalah tepung terigu, dimana tepung tersebut dihasilkan dari tanaman
gandum. Tanaman ini berasal dari famili Graminal
atau rumput-rumputan dari genus Triticum.
Pada saat ini gandum banyak ditanam didaerah empat musim dan didaerah subtropis.
Daerah dengan iklim tropis seperti Indonesia tidak sesuai untuk pertumbuhannya.
Sehingga untuk mencukupi kebutuhan gandum di dalam negeri hingga saat ini masih
mengimpor dari Negara lain seperti Amerika, Kanada dan Australia.
Ditinjau dari kandungan proteinnya, gandum terbagi
menjadi dua macam, yaitu hard wheat dan soft wheat. Setelah diolah menjadi
tepung terigu dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu :
1. Tepung
terigu soft atau lunak, mempunyai kandungan protein 8% - 9%, dihasilkan dari
gandum jenis soft wheat. Digunakan untuk membuat biscuit dan kue-kue yang tidak
memerlukan pengembangan.
2. Tepung
terigu medium, mempunyai kandungan protein 10% - 11%, dihasilkan dari campuran
antara gandum hard wheat dengan soft wheat. Digunakan untuk membuat cake atau
kue-kue lainnya.
3. Tepung
terigu hard atau keras, mempunyai kandungan protein 11% -13%, dihasilkan dari
gandum jenis hard wheat. Digunakan untuk membuat roti atau makanan yang
memerlukan pengembangan.
Fungsi tepung terigu pada pembuatan brownies
kukus adalah untuk pembentukan dan kerangka brownies kukus karena adanya
pembentukan gluten. Pembentukan gluten terjadi karena adanya protein yang tidak
larut air. Protein yang tidak larut air adalah gliadin dan glutenin. Gliadin
adalah protein yang elastis dan lemas sedangkan glutenin adalah protein yang
elastic dan kuat. Kedua protein yang tidak larut dalam air ini akan mengikat
dan mengabsorbsi air sehingga terbentuk gluten, karena tepung mempunyai sifat
yang dapat menyerap cairan dan dapat mengikat air.
2. Telur
Telur
adalah bahan yang penting dalam pembuatan brownies kukus. Dalam penggunaan
telur di dalam formula brownies kukus harus diperhitungkan kadar air yang
terkandung didalam telur. Kuning telur mengandung kadar air sebanyak 50% dan
putih telur mengandung 86% air di dalamnya. Jika dihitung berdasarkan berat
bagian dalam telur saja terdiri dari 65 % putih telur dan 35 % kuning telur.
Peranan telur dalam pembuatan brownies kukus adalah membantu dalam proses
pengembangan, memperbaiki warna pada produk yang dihasilkan, bahan perekat,
bahan pengikat, perapuh adonan, menimbulkan flavour dan rasa gurih ( Tien R.
Muchtadi & Sugiono, 1992 ).
3.
Shortening
Shortening
adalah lemak yang berasal dari hewan atau tanaman dengan kandungan lemak
sebanyak 80%. Shortening mempunyai fungsi untuk memotong benang-benang gluten
yang menyebabkan produk yang dihasilkan teksturnya menjadi lembut dan renyah.
Selain itu meningkatkan cita rasa makanan menjadi lebih gurih dan lezat.
4.
Garam
Garam
dalam pembuatan brownies kukus memiliki
peranan yang sangat penting yaitu menambah rasa gurih, membangkitkan rasa dari bahan-bahan yang lainnya,
mengontrol waktu fermentasi, dengan penambahan garam fermentasi dapat
diperlambat, menambah keliatan gluten, membantu menghindari pertumbuhan
bakteri-bakteri dalam adonan.
5.
Gula
Gula
ditambahkan pada jenis roti tertentu untuk melengkapi karbohidrat yang ada
untuk fermentasi dan untuk pembuatan biskuit dan kue, dimana selain berfungsi
sebagai pemanis, gula juga mempengaruhi tekstur. Jadi jumlah gula yang tinggi
membuat remah kue lebih lunak dan lebih basah dan pada biskuit juga melunakkan.
Selain itu juga berfungsi memberi warna kulit, memperpanjang umur brownies
kukus, penambah gizi dan pengatur fermentasi.
6.
Bahan
Pengembang
Bahan
pengembang yang biasa ditambahkan dalam pembuatan brownies kukus atau kue – kue
lainnya adalah baking powder. Bahan ini mengandung gas CO2 yaitu gas
yang bersifat sebagai bahan pengembang jika dipanaskan atau ditambahkan dengan
asam.
B.
Tinjauan
Umum Tentang Bonggol Pisang
Pisang
merupakan tanaman yang dapat tumbuh di sembarang tempat. Namun agar
produktivitas tanaman optimal sebaiknya pisang ditanam di dataran rendah. Ketinggian
tempat harusnya 1000 meter di atas permukaan laut. Tanaman pisang banyak
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
hidup manusia, selain buahnya bagian tanaman yang lainnyapun dapat
dimanfaatkan mulai dari bonggolnya
sampai daunnya ( Satuhun, 2006 ).
Bonggol
pisang adalah batang tanaman pisang yang berupa umbi batang. Bonggol pisang
muda dapat di manfaatkan untuk sayur. Selama ini bonggol pisang kurang begitu
di manfaatkan oleh masyarakat padahal bonggol pisang mempunyai kandungan zat gizi
yang relatif baik. Komposisi zat gizi dalam 100 gram bonggol pisang kering
adalah Energi : 245 kalori, Protein : 3.4 gram, Lemak : 0, Karbohidrat 66.2
gram (Mahmud M, dkk 1996).
C.
Tinjauan
Umum Tentang Serat
Serat
makanan merupakan komponen makanan dari golongan karbohidrat ( Non Strach Polysaccaride ) tumbuhan yang
tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Karbohidrat merupakan
penyusun terbanyak dari serealia. Karbohidrat tersebut terdiri dari pati (
bagian utama ), pentosan, selulosa, hemi selulosa dan gula bebas ( Sudibyo,
2005 ).
Serat
makanan tidak benar-benar berbentuk serat yang panjang dan kasar. Serat makanan
tidak dapat diserap oleh dinding usus
halus dan tidak dapat masuk kedalam sirkulasi darah. Namun akan dilewatkan
menuju ke usus besar dengan gerakan peristaltik usus. Serat makanan yang
tersisa di dalam kolon tidak membahayakan organ usus, justru kehadirannya
berpengaruh positif terhadap proses-proses di dalam saluran pencernaan dan metabolisme
zat-zat gizi, asalkan jumlahnya tidak berlebihan.
1.
Klasifikasi
Serat
Serat
dklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
a). Serat Larut
Yang termasuk dalam jenis serat ini adalah gums, pectin,
beberapa hemiselulose, mucilase. Serat ini terdapat pada umbi-umbian, jagung,
agar-agar dan gum.
b). Serat Tidak Larut
Yang termasuk dalam serat tidak larut adalah selulose,
beberapa hemiselulose, dan lignin. Serat ini terdapat pada buah-buahan ,
sayuran, kulit luar serealia ( gandum, padi ).
2.
Efek
Serat Terhadap Saluran Pencernaan
Serat
memiliki efek positif terhadap saluran cerna kita terutama usus besar. Serat
makanan di dalam usus besar akan meningkatkan volume feses, sehingga
memperlancar feses melewati usus dan meningkatkan waktu transit di dalam usus.
Bersamaan dengan fermentasi oleh bakteri di dalam usus serat mencegah
terjadinya konstipasi. Dengan bantuan cairan akan terbentuk feses yang lunak
dan volume yang cukup besar sehingga akan mengurangi tekanan rectal dan
mencegah terjadinya hemoroid. Serat
makanan juga mencegah terjadinya Apendicitis
dan Divertikulosis. Diet tinggi
serat akan membantu dalam penurunan berat badan dan menghindari kanker kolon.
Serat
makanan juga mempunyai efek fisiologis antara lain : mengisi perut dan
memberikan efek rasa kenyang, sehingga menegah makanan agar tidak terlalu
banyak dikonsumsi dan membantu pengendalian berat badan. Meningkatkan toleransi
glikosa dan menurunkan kadar kolesterol.
Selain
memberikan keuntungan, serat juga mempunyai kerugian atau dampak negatif. Jika
dikonsumsi berlebihan serat akan mengganggu proses penyerapan mineral sseperti
kalsium, zat besi dan Zink. Selain itujuga dapat menimbulkan kembung dan
mempengaruhi ketidak seimbangan biologis dan homeostatis beberapa mineral ( Almatsier,
S. 2004 ).
3.
Kecukupan
Serat
Di
Indonesia angka kecukupan serat belum dipastikan, tetapi dianjurkan 25
garam/hari. Di Amerika dianjurkan setiap 1000 kkal energi, serat yang
dikonsumsi adalah 10-13 gram atau sebanyak 24-30 gram/hari.
Pada
anak-anak lebih dari dua tahun dianjurkan konsumsi serat sebanyak 5 gram per
hari (Almatsier, S. 2004 ).
D.
Uji
Organoleptik
Keistimewaan
produk pangan yaitu bahwa produk pangan mempunyai mutu subjektif yang menonjol
disamping sifat mutu objektif. Peran subjektif lebih dikenal organoleptik atau
sifat indrawi karena penilainnya menggunakan organ indra manusia. Dalam bidang
pangan pengujian indrawi digunakan untuk berbagai keperluan yaitu :
a. Untuk
pemeriksaan mutu komoditas
b. Untuk
pengandalian selama proses pengolahan berlangsung.
c. Sebagai
metode pengamatan atau pengukuran sifat mutu dalam penelitian.
Mutu
organoleptik mempunyai peranan dan makna yang sangat besar dalam penilaian mutu
produk pangan. Pengujian mutu organik mutu pangan meliputi sifat-sifat seperti
: bentuk, ukuran, warna, tekstur, bau dan kemudian barulah rasa.
Uji
organoleptik digolongkan menjadi tiga macam yaitu :
1) Psikofisik
( uji perbedaan )
2) Psikometrik
(uji kegemaran, uji penilaian angka )
3) Deskriptif
(uji rasa )
Orang
yang bertindak sebagai instrument dalam menilai sifat-sifat organoleptik
disebut panelis. Panelis dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu (Widyastuti, 2006):
a. Panelis
perorangan, yaitu seseorang yang sangat ahli dan mempunyai kepekaan spesifik
terhadap produk yang diujikan dan sangat menguasai tentang uji organoleptik.
b. Panelis
terbatas, terdiri dari 3 - 5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi dan menguasai
tentang pengujian organoleptik.
c. Panelis
terlatih, terdiri dari 15 – 25 orang yang memiliki kepekaan yang cukup baik,
lolos seleksi dan latihan-latihan.
d. Panelis
agak terlatih, terdiri dari 15 – 25 orang, sebelumnya dilatih untuk mengetahui
sifat sensorik tertentu, berasal dari kalangan tertentu, misalnya mahasiswa
yang lolos uji kepekaan.
e. Panelis
tidak terlatih, lebih dari 25 orang berasal dari orang awam, hanya digunakan
untuk uji organoleptik sederhana dan uji sifat kesukaan.
f. Panelis
konsumen, terdiri dari 30 – 100 orang yang tergantung dari sasaran produk,
sifatnya umum.
Untuk
menilai atau menguji organoleptik diperlukan lingkungan dan suasana yang tenang
dan bersih, bahan contoh yang tepat, standar bahan contoh, serta para panelis.
Prinsip
pengujian organoleptik yaitu :
1. Analisis
organoleptik adalah salah satu sarana dalam pengawasan dan pengembangan mutu
suatu produk pangan dan pengembangan produk-produk pangan baru.
2. Hasil
penelitian dari panelis dipengaruhi oleh sifat-sifat psikologis dan fisiologis dari
masing-masing anggota panelis.