PENGERTIAN TEKNOLOGI PANGAN
Teknologi pangan adalah suatu teknologi yang menerapkan ilmu pengetahuan tentang bahan pangan khususnya stelah panen (pasca panen) guna memperoleh manfaatnya seoptimal mungkin dan sekaligus dapat meningkatkan nilai tambah dari pangan tersebut.[1] Dalam teknologi pangan, dipelajari sifat fisis, mikrobiologis, dan kimia dari bahan pangan dan proses yang mengolah bahan pangan tersebut. Spesialisasinya beragam, diantaranya pemrosesan, pengawetan, pengemasan, penyimpanan dan sebagainya.
Sejarah teknologi pangan dimulai ketika Nicolas Appert mengalengkan bahan pangan yang masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun ketika itu, Nicolas Appert mengaplikasikannya tidak berdasarkan ilmu pengetahuan terkait pangan. Aplikasi teknologi pangan berdasarkan ilmu pengetahuan dimulai oleh Louis Pasteur ketika mencoba untuk mencegah kerusakan akibat mikroba pada fasilitas fermentasi anggur setelah melakukan penelitian terhadap anggur yang terinfeksi. Selain itu, Pasteur juga menemukan proses yang disebut pasteurisasi, yaitu pemanasan susu dan produk susu untuk membunuh mikroba yang ada di dalamnya dengan perubahan sifat dari susu yang minimal. Sejarah Teknologi pangan di Indonesia menyangkut beberapa aspek, disamping aspek program pendidikan juga berhubungan erat dengan sejarah perkembangan institusi, bidang IPTEKS, SDM (Staff, lulusan), prasarana dan fasilitas, juga menyangkut perkembangan lapangan kerja, industri dan perdagangan produk pangan serta dinamika masyarakat dan trend konsumsi pangan.[2]
Manfaat teknologi pangan
Adanya teknologi pangan sangat menunjang ketersediaannya pangan. Alam menghasilkan bahan pangan secara berkala, sementara kebutuhan manusia akan pangan adalah rutin. Kita tidak mungkin menunda keperluar perut hingga masa panen tiba. Oleh karena itu adanya teknologi pengawetan sehingga makanan dapat disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Teknik pengawetan juga memungkinkan untuk mendistibusikan bahan pangan secara merata ke seluruh penjuru dunia. Dulu, orang-orang di eropa tidak bisa menikmati makanan-makanan asia. Tetapi sekarang karena teknologi pangan setiap bangsa dapat menikmati makanan khas bangsa lainnya.[3]
Pengembangan di bidang teknologi pangan
Beberapa proses terkait pemrosesan bahan pangan telah memberikan kontribusinya di bidang teknologi pangan, terutama pada rantai produksi dan suplai pangan. Pengembangan tersebut misalnya:
- Pembuatan susu bubuk telah menjadi dasar untuk pembuatan berbagai produk baru dari benda cair dan semi cair yang dapat diseduh (dapat direhidrasi kembali) setelah dikeringkan menjadi padatan berbentuk serbuk. Hal ini juga yang menjadikan proses distribusi susu menjadi lebih efisien dan cikal bakal berkembangnya industri susu formula.
- Dekafeinasi untuk kopi dan teh, namun lebih banyak digunakan pada biji kopi demi mengurangi kadar kafein pada kopi. Biji kopi kering diproses menggunakan uap hingga kadar airnya menjadi sektar 20%. Panas diberikan untuk memisahkan kafein dari biji kopi ke permukaan kulitnya. Lalu pelarut diberikan untuk memindahkan kafein dari biji kopi. Hingga tahun 1980an, pelarut yang digunakan adalah pelarut organik. Karbon dioksida merupakan salah satu pelarut non organik yang digunakan untuk memisahkan kafein di bawah kondisi super kritis.