BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Gambaran
Umum Pasien
Ny. N masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri dibagian
perut dan pinggul. Ny. N akan melaksanakan post partum untuk pertamakalinya.
Pasien masuk rumah sakit sejak tanggal 1 Juni 2013 dan melahirkan dengan
kondisi normal. Ny. N bekerja sebagai ibu rumah tangga yang dimana dan
tergolong dalam ekonomi menengah. Ny. N memiliki seorang suami yang bekerja
sebagai wiraswasta dan ini merupakan kelahiran pertama Ny.N.
B.
Data
Dasar Pasien
1.
Identitas
Pasien
Nama : Ny.N
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 150 cm
Alamat : Jl. Rawa 4 Daya
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status : Kawin
Tanggal Masuk : 1 Juni 2013
Ruang Rawat : Bagian Persalinan
No Rekam Medik : 13 01 47
Diagnosa Medik : Post Partum
2.
Data
Subjektif
a.
Keluhan
utama
Nyeri pada perut yang tembus
hingga belakang.
b.
Riwayat
penyakit sekarang
Pasien
masuk Rumah Sakit Daya pada tanggal 1 Juni 2013 untuk melaksanakan proses
kelahiran anak pertamanya.
c.
Riwayat
penyakit dahulu
Tidak terdapat riwayat
penyakit dahulu pasien.
d.
Sosial
ekonomi
Ny.N
adalah seorang ibu rumah tangga dan memiliki suami yang bekerja sebagai seorang
wiraswasta. Pasien tinggal bersama suami dan kedua orang tuanya. Ny.N tergolong
dalam ekonomi menengah.
e.
Kebiasaan
makan
Pola
makan 3x sehari berupa nasi, lauk hewani dan sayuran. Tahu atau tempe
dikonsumsi 2x semingu, ikan setiap hari. Pasien suka makan sayuran. Ny.N memiliki
riwayat alergi pada udang dan pasien juga suka mengkonsumsi mie instant dengan
frakuensi sehari sekali.
3.
Data
Objektif
a.
Antropometri
BBA : 45 kg
TB : 150 cm
BBI : 150 – 100
: 50 kg
IMT :
2
: 20 (Status Gizi Baik)
b.
Pemeriksaan
laboratorium
Tidak terdapat hasil
pemeriksaan laboratorium pasien.
c.
Pemeriksaan
fisik klinis
Tabel 1. Hasil
Pemeriksaan Fisik Klinis
Jenis Pemeriksaan
|
Hasil
|
Tgl
1 Juni 2013
Keadaan Umum
Nadi
Suhu
Pernafasan
Tekanan Darah
Tgl
2 Juli 2013
Nadi
Pernafasan
Suhu
Tekanan Darah
BAB
BAK
Tanggal
3 Juli 2013
Tekanan Darah
Suhu
BAB
BAK
|
Baik
84x/i
36 0C
24x/i
120/80 mmHg
80x/i
20x/i
36.8 0C
110/70 mmHg
+
-
110/70
mmHg
37.1
0C
-
+
|
Sumber : Data
Sekunder 2013
d.
Pengobatan
Tanggal 1 - 2 Juni 2013 obat
– obatan yang diberikan yaitu :
1) Vitasi
2) Cefadrexil
3) Relamin.
e. Riwayat gizi
1) Sekarang
a) Nafsu
makan pasien baik,
b) Mendapat
diit TKTP.
2) Dahulu
Pola
makan 3x sehari berupa nasi, lauk hewani dan sayuran. Tahu atau tempe
dikonsumsi 2x semingu, ikan setiap hari. Pasien suka makan sayuran. Ny.N
memiliki riwayat alergi pada udang dan pasien juga suka mengkonsumsi mie
instant dengan frakuensi sehari sekali.
f. Skrining gizi
Tabel 2. Skrining
Gizi
No
|
Indikator
|
Hasil
|
1
|
Perubahan BB
|
-
|
2
|
Nafsu makan kurang
|
-
|
3
|
Kesulitan mengunyah/menelan
|
-
|
4
|
Mual/muntah
|
-
|
5
|
Diare
|
-
|
6
|
Alergi/intoleransi zat gizi
|
+
|
Sumber : Data Primer Terolah 2013
BAB II
PENENTUAN DIAGNOSA GIZI DAN DIAGNOSA MEDIS
A. Diagnosa Gizi
Tabel 3. Diagnosa
Gizi
1.
Domain
Intake
Problem
|
Etiologi
|
Sign
|
Kekurangan
intake makanan dan minuman oral.
|
Meningkatnya
kebutuhan energi dan zat gizi.
|
Hasil
recall 24 jam sbelum intervensi yaitu:
E = 1074.7 kkal
P = 32.3 gram
L = 39.7gram
KH = 142.2 gram
|
NC-2.1
Kekurangan
intake makanan dan minuman oral yang disebabkan oleh
meningkatnya kebutuhan energi dan zat gizi dan ditandai dengan
Hasil recall 24 jam sbelum intervensi yaitu:
E = 1074.7 kkal
P = 32.3 gram
L = 39.7gram
KH = 142.2 gram
|
Sumber : Data Primer Terolah 2013
2.
Domain
Behaviour
No
|
Problem
|
Etiologi
|
Sign
|
|||
1.
|
NB-1.2
Kepercayaan yang
salah/sikap terhadap pangan dan gizi.
|
Kebiasaan makan tidak
untuk memenuhi kebutuhan zat gizi.
|
Hasil intervensi pasien yaitu pasien mengkonsumsi
mie instan sehari sekali.
|
|||
NB-1.2
Kepercayaan yang
salah/sikap terhadap pangan dan gizi yang disebabkan kebiasaan
makan tidak untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ditandai dengan
hasil intervensi pasien yaitu pasien mengkonsumsi mie instan sehari sekali.
|
||||||
2.
|
NB-3.2
Pembatasan
terhadap makanan
|
Adanya
riwayat alergi pada pasien.
|
Hasil wawancara
kepada pasien yaitu pasien alergi terhadap udang.
|
|||
NB-3.2
Pembatasan terhadap
makanan yang disebabkan adanya riwayat alergi pada pasien ditandai
dengan hasil wawancara kepada pasien yaitu pasien alergi terhadap
udang.
|
||||||
Sumber : Data
Primer Terolah 2013
B. Diagnosa Medis
Post Partum
BAB III
RENCANA TERAPI GIZI
A.
Rancangan
Asuhan Gizi
1.
Jenis
diet
Diet TKTP
2.
Bentuk
diit makanan
Lunak
3.
Tujuan
diet
Memberikan makanan yang
adekuat untuk :
a. Memenuhi
kebutuhan protein untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
b. Membantu
mempertahankan kondisi tubuh.
4.
Syarat
diet
a. Memberikan
Energi sesuai dengan kebutuhan.
b. Protein sebesar 17% dari kebutuhan energi.
c. Lemak
sebesar 18% dari total kebutuhan energi.
d. Karbohidrat
sebesar 65% dari total kebutuhan energi.
e. Vitamin dan mineral diberikan cukup sesuai
kebutuhan.
f. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan pasien.
g. Buah dan sayuran yang bergas tidak diberikan.
h. Porsi kecil dan sering
5.
Perhitungan kebuutuhan Energi dan Zat Gizi
Perhituan
Harris Benedict
BEE = 655 + (9.6 x BB) + (1.7xTB) – (4.7xU)
= 655 + (9.6 x 45) + (1.7 x 150) – (4.7 x 21)
= 655 + 432 + 255– 99
= 1243 kkal
Kebutuhan Total Energi
TEE = BEE x FA x FS
= 1243 x 1.2 x 1.15
=
1715.34 kkal
Ibu
menyusui mendapat penambahan kalori sebesar 700 kkal sehingga:
Total
TEE = 1715.34 kkal + 700 kkal
=
2415.34 kkal
Ibu
menyusui mendapat penambahan protein sebesar 16 gram sehingga:
Protein =
=
103 gram
Total
Protein = 103 gram + 16 gram
= 119 gram
Lemak =
=
48 gram
KH =
= 392 gram
6.
Rencana
edukasi dan konseling gizi
a. Materi
Diet TKTP
b. Tujuan
Memberi
informasi/edukasi Agar
pasien dan keluarganya:
1) Agar
pasien dan keluarga dapat menjalani diet yang dianjurkan.
2) Pasien
menghabiskan makanan yang diberikan.
c. Sasaran
Pasien dan keluarganya
d. Waktu
20 menit
e. Tempat
Ruang persalinan
f. Metode
Penyuluhan individu dan
konsultasi gizi.
g. Alat
bantu
leaflet.
h. Materi
1) Pola
makan yang benar.
2) Menjelaskan
tentang diet yang diberikan.
i. Pelaksana
Peserta
Magang Dietetik Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkkes Mamuju : Titik
Sundari.
7.
Rencana
monitoring dan evaluasi
a. Monitoring
1) Antropometri
Penimbangan BB awal dan
akhir intervensi
2) Biokimia
Setiap kali ada pemeriksaan
laboratorium
3) Fisik/Klinis
Setiap hari
4) Dietery
Intake per hari
5) Edukasi
Kepatuhan pasien terhadap
diet yang dianjurkan
b. Evaluasi
Hal-hal
yang akan dievaluasi
menyangkut:
1) Menanyakan kembali isi materi yang telah diberikan
2) Melihat kepatuhan pasien menjalankan diet.
3) Asupan zat gizi tiap hari.
4) Data antropometri (berat badan) tiap 3 hari.
5) Perubahan data hasil pemeriksaan laboratorium.
6) Perubahan data hasil pemeriksaan fisik klinis.
B.
Implementasi
Asuhan Gizi
1.
Diet
pasien
Diet
yang diberikan untuk pasien Post Partum adalah diit TKTP. Kebutuhan energi
sebesar 2415.34 kkal, protein sebesar 119 gram, lemak sebesar 48
gram, dan karbohidrat sebesar 392
gram.
Tujuan
pemberian diet ini adalah untuk memberikan makanan yang adekuat untuk membantu
memenuhi kebutuhan zat gizi. Dan mempercepat proses penyembuhan luka.
2.
Distribusi
makanan pasien menurut menu dan porsi
sehari.
a.
Kebutuhan
zat gizi
Perhituan
Harris Benedict
BEE = 655 + (9.6 x BB) + (1.7xTB) – (4.7xU)
= 655 + (9.6 x 45) + (1.7 x 150) – (4.7 x 21)
= 655 + 432 + 255– 99
= 1243 kkal
Kebutuhan Total Energi
TEE = BEE x FA x FS
= 1243 x 1.2 x 1.15
=
1715.34 kkal
Ibu
menyusui mendapat penambahan kalori sebesar 700 kkal sehingga:
Total TEE = 1715.34 kkal + 700 kkal
=
2415.34 kkal
Ibu
menyusui mendapat penambahan protein sebesar 16 gram sehingga:
Protein =
= 103 gram
Total Protein = 103 gram +
16 gram
= 119 gram
Lemak =
=
48 gram
KH =
= 392 gram
b.
Contoh
menu sehari.
Pagi (pukul 07.00) : Nasi putih
Ikan masak kuning
Cah labu siam
Pisang raja
snack (pukul 10.00) : Bubur kacang ijo
Siang (pukul 12.00) : Nasi putih
Semur ayam
Pepes tempe
Sup kacang merah
Pepaya
Snack (pukul 16.00) : Teh manis
Puding
Malam (pukul 18.00) : Nasi putih
Telur bumbu merah
Tahu bacem
Sup jamur
Pisang mas
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi Penyakit
Post partum
/ puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun
psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai
tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil
( 6 minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum
dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post
partum period (minggu kedua sampai minggu ke enam). Potensial bahaya yang
sering terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan
perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period.
Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau
HPP (Haemorrhage Post Partum).
Menurut Willams & Wilkins (1988)
perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post
partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Tetapi menentukan
jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya darah dengan
air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun 2000
mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada
masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh
lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik
< 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr %.
B.
Etiologi
Penyakit
Penyebab
umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus
diantisipasi dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat
uterotonika serta pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah :
a.
Umur yang terlalu muda / tua
b.
Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande
mutipara
c.
Partus lama dan partus terlantar
d.
Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli,
hidromnion / janin besar
e.
Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus
couveloair pada solusio plasenta
f.
Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
2. Retensi
Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
a. Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
b. Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti
dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir
dan segera dilakukan penjahitan dengan benar.
5. Penyakit darah.
Kelainan pembekuan darah misalnya
fibrinogenemia atau hipofibrinogenemia. Meskipun jarang
tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi dengan
hati-hati dan seksama. Tanda yang sering dijumpai :
a. Perdarahan yang banyak.
b. Solusio plasenta.
c. Kematian janin yang lama dalam kandungan.
d. Pre eklampsia dan eklampsia.
e. Infeksi, hepatitis dan syok septik.
f. Hematoma
g. Inversi
Uterus
h. Subinvolusi
Uterus
Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan
pasca persalinan. Yaitu;
a. Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1) Riwayat
perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2) Grande multipara (lebih dari empat anak).
3) Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua
tahun).
4) Bekas operasi Caesar.
5) Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
b. Hasil
pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1)
Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum,
forsep.
2) Uterus
terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
3) Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4) Uterus yang lembek akibat narkosa.
5) Inversi uteri primer dan sekunder.
C. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan
kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar
tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma
jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri
juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah
pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab
dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong
pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan
lahir adalah:
1. Atonia uteri
(sebelum/sesudah plasenta lahir).
a. Kontraksi
uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi).
b. Perdarahan terjadi beberapa menit
setelah anak lahir.
c. Bila kontraksi lemah, setelah masase
atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
2. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
a. Kontraksi uterus kuat, keras dan
mengecil.
b. Perdarahan terjadi langsung
setelah anak lahir. Perdarahan ini
terus-menerus. Penanganannya, ambil
spekulum dan cari robekan.
c. Setelah dilakukan masase atau pemberian
uterotonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.
Perdarahan
Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi
karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena
perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri.
Atoni
uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan
yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan
sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah
sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri,
rahim membesar dan lembek.
Terapi
terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan
yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia.
Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya
harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai
terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta
lepas dari dinding rahim.
Pada
perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian
perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan
yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke
dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu
singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade
utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim
terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan
pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas,
Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu
regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan
pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta,
Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum
lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :
Plasenta
belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam.
Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta
adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebihdalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih
dalam dan menembus desiduaendometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh
menembus miometrium sampai ke serosa.
d. Plasenta
perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum
keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah
rahim (akibatkesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta
keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan
terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi
perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung
kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Perdarahan
Postpartum akibat Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti
pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab
terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak
tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya
tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia
seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk
lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam
beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama
lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus
subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan.
Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada
infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau
perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri
terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan
mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta.
Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran
konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi
darah.
Pembagian
inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik
menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : Uterus dan
vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Gejala klinis inversio uteri :
1. Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan
sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
2. Pemeriksaan dalam :
a. Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri
cekung ke dalam.
b. Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba
tumor lunak.
c. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma
Hematoma
terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak
sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma
yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus.
Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.
Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan
lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan
dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan
uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau
vagina.
- Robekan Serviks
Persalinan
Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda
dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas
menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila
terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap
dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan
lahir, khususnya robekan servik uteri
- Robekan Vagina
Perlukaan
vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai.
Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai
akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar.
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan
speculum.
- Robekan Perineum
Robekan perineum
terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran
yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika
Laserasi pada
traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang
berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
D. Tanda dan Gejala
Gejala
Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (>
500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah,
letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas
dingin, mual.
Gejala
Klinis berdasarkan penyebab:
1. Atonia
Uteri:
Gejala yang
selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang
kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan
kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
2. Robekan
jalan lahir
Gejala yang
selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah
bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang
kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
3. Retensio
plasenta
Gejala yang
selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan
segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat
putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan
lanjutan
4. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput
(mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus
berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
5. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen
vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan
segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok
neurogenik dan pucat
E.Gambaran Klinik
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak
(> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah,
letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas
dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia
Uteri:
Gejala yang
selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang
kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan
kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan
jalan lahir
Gejala yang
selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah
bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang
kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio
plasenta
Gejala yang
selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan
segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat
putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan
lanjutan.
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput
(mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus
berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen
vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan
segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok
neurogenik dan pucat.
F.
Penatalaksanaan
Terapi
mioma uteri pada umumnya terbagi atas terapi ekspetatif Medikamen Tosa (GnRH
analog, preparat progesterone, anti progestin), tindakan bedah (miemektomi / histerektomi),
embolisasi arteri uteri dan beberapa alternative. Tindakan seperti ultra sonografi frekwensi tinggi, terapi
laser, dan ablasi thermal. Setiap tindakan harus dipilih yang paling sesuai
untuk seorang pasien dengan menimbang banyak hal seperti umur, keinginan,
statks fertilitas, beratnya gejala klinis, ukuran, jumlah dan lokasi mioma,
penyakit sistemik, kemungkinan malignanni, apakah pasien sudah dekat menopause
dan keinginan pasien untuk mempertahankan rahimnya.
Terapi
obat tidak mempunyai peranan yang penting dalam penanganan leimioma, akan
tetapi agons GnRH (Gonadotropin – rekasing – hormone) bisa dipakai untuk
mengurangi estrogen yang beredar dalam darah dan bisa membuat tumor mengecil.
Agonis GnRH bisa mengurangi besarnya tumor sekitar 90%, tetapi efeknya hanya
sementara. Tumor ini bisa mengecil setelah menopause. Biasanya GnRH diberikan
untuk memperkecil tumor yang besar dan menghindari perdarahan waktu pembedahan
(Mari Baraden, dkk, 2007).
G. Terapi Gizi
1.
Jenis diet
Diet
TKTP
2.
Bentuk diit makanan
Lunak
3.
Tujuan diet
Memberikan makanan yang
adekuat untuk :
a. Memenuhi
kebutuhan protein untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
b. Membantu
mempertahankan kondisi tubuh.
4.
Syarat diet
a. Memberikan
Energi sesuai dengan kebutuhan.
b. Protein sebesar 17% dari kebutuhan energi.
c. Lemak
sebesar 18% dari total kebutuhan energi.
d. Karbohidrat
sebesar 65% dari total kebutuhan energi.
e. Vitamin dan mineral diberikan cukup sesuai
kebutuhan.
f. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan pasien.
g. Buah dan sayuran yang bergas tidak diberikan.
h. Porsi kecil dan sering
5. Makanan
yang dianjurkan dan tidak dianjurkan.
a. Makanan
yang dianjurkan
Bahan
makanan yang dianjurkan yaitu nasi, roti, mie, hasil olahan tepung-tepungan
seperti cake, puding dll dan golongan karbohidrat sederhana seperti gula pasir,
semua golongan sumber protein dan buah-buahan baik segar maupun kaleng atau
berupa jus buah, dan berbagai jenis sayuran seperti bayam, buncis, kacang
panjang, labu siam, daun singkong, wortel dll.
b. Makanan
yang tidak dianjurkan
Bahan makanan yang
tidak dianjurkan atau dibatasi adalah bahan makanan yang dimasak dengan
menggunakan banyak minyak atau kelapa/santan kental.
BAB
V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Motifasi Diet Pasien
1. Perkembangan Pengetahuan Gizi
Dari hasil recall konsumsi makanan pasien 24 jam sebelum
berusaha masuk kegiatan intervensi studi kasus dilaksanakan, diperoleh
informasi bahwa asupan energi dan zat gizi pasien kurang dari kebutuhanya.
Dengan pemberian penyuluhan/edukasi gizi memotivasi
kepada pasien untuk terus berusa meningkatkan asupan makanan. Motivasi kepada
pasien dan keluarga berupa penjelasan bahwa status gizi yang meningkat akan
mempercepat penyembuhan pasien, mencegah katabolisme, dan meningkatkan angka
keberhasilan pengobatan.
Dari hasil motivasi tersebut terbukti positif
meningkatkan jumlah asupan energi dan zat-zat gizi pasien secara bertahap dari
hari pertama intervensi sampai hari ketiga, walaupun peningkatannya belum
mendekati perhitungan kebutuhan zat gizi yang dianjurkan.
2. Sikap
dan Perilaku Pasien Terhadap Diet
Hasil recall konsumsi 24 jam sebelum pelaksanaan
intervensi menunjukkan bahwa asupan energy dan zat gizi pasien kurang dari
standar kebutuhan berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan dengan cara Harris Benedict yang disusaikan dengan
jenis diet yang diberikan pada pasien yaitu diet TKTP, dimanan pasien
membutuhkan tambahan energi dan zat gizi yang lebih dikarenakan pasien post
partum dan sedang menyusui bayinya.
Penyuluhan dengan cara diskusi dan tanya jawab dapat memberikan
motivasi pada pasien dan keluarganya untuk menjalankan terapi diet yang
dianjurkan dengan baik dan benar. Hal ini terlihat dari sikap positif dan
perilaku pasien dan keluarga anjuran diet dan makanan yang disajiakn oleh RS
dimana dari hari ke hari jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi semakin
banyak bervariasi.
Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terapi
edukasi gizi dapat menciptakan sikap positif terhadap gizi menimbulkan
kebiasaan makan yang baik dan dapat merubah prilaku konsumsi makanan yang
sesuai ketingkat kebutuhan yang semestinya.
B.
Monitoring
Dan Evaluasi Asuhan Gizi Pasien
1. Asupan energi dan zat gizi pasien
Berdasarkan hasil monitoring
asupan makanan selama studi kasus berlangsung didapatkan data asupan makanan
pasien dalam bentuk zat gizi seperti terlihat pada tabel 4 berikut :
Tabel 4. Distribusi Hasil Monitoring Asupan
Makanan Pasien
Tanggal
|
Uraian
|
Asupan zat gizi
|
|||
Energi (kkal
|
Protein (gram)
|
Lemak (gram)
|
HA
(gram)
|
||
Hari
I
1
Juni 2013
|
Asupan
|
2158,4
|
82,8
|
79,3
|
300,8
|
Kebutuhan
|
2413.34
|
119
|
48
|
392
|
|
% Asupan
|
90%
|
70%
|
165%
|
77%
|
|
Hari
II
2
Juni 2013
|
Asupan
|
1855,9
|
68,6
|
73,8
|
253,4
|
Kebutuhan
|
2413.34
|
119
|
48
|
392
|
|
% Asupan
|
77 %
|
57. 64%
|
154%
|
64.64%
|
|
Hari
III
3
Juni 2013
|
Asupan
|
1198,1
|
53,2
|
67,6
|
122,5
|
Kebutuhan
|
2413.34
|
119
|
48
|
392
|
|
%
Asupan
|
50%
|
45%
|
140%
|
34%
|
Sumber
: Data Primer Terolah 2013
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan data
bahwa asupan energi dan zat gizi pasien pada hari pertama adalah energi 90%,
protein 70%, lemak 165% dan karbohidrat 77%. Pada hari kedua : energi 77%,
protein 57,64%, lemak 154% dan karbohidrat 64,64%. Pada hari ketiga intervensi
dilakukan hingga jam makan siang dikarenakan pasien pulang paksa pada siang
hari sehingga hasil yang didapatkan sangat kurang yaitu : energi 50%, protein
45%, lemak 140% dan karbohidrat 34%.
2. Perkembangan diet pasien
Diet yang diberikan pada pasien selama 2
hari studi kasus berlangsung adalah diit TKTP
dalam bentuk makanan biasa. Jenis dan bentuk diit yang diberikan kepada pasien
tidak mengalami perubahan dari awal sampai akhir studi kasus disebabkan
indikasi dan kondisi pasien yang semakin membaik.
3. Perkembangan hasil pemeriksaan fisik dan
klinis pasien
Hasil monitoring perkembangan pemeriksaan fisik dan
klinis pasien selama studi kasus berlangsung dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Distribusi
Perkembangan Fisik dan Klinis Pasien.
Jenis
Pemeriksaan
|
Hasil
Pemeriksaan
|
||
01
Juni 2013
|
02
Juni 2013
|
03
Juni 2013
|
|
Keadaan Umum
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Nadi
|
84
x/i
|
80
x/i
|
|
Suhu
|
36
0C
|
36.8
0C
|
37.1
0C
|
Pernafasan
|
24x/i
|
20
x/i
|
|
Tekanan
Darah
|
120/80
mmHg
|
110/70
mmHg
|
|
BAB
|
|
+
|
-
|
BAK
|
|
-
|
+
|
Sumber
: Data sekunder 2013
Dari tabel diatas dapat dilihat informasi pemeriksaan
fisik dan klinis pasien. Pada akhir studi kasus, secara umum pasien dalam
keadaan kesadaran penuh.
C.
PEMBAHASAN
Ny.S
masuk rumah sakit pada tanggal 1 Juni 2013 dengan keluhan Nyeri pada perut yang
tembus hingga belakang. Pasien seorang ibu rumah tangga yang memiliki seorang
anak,seorang suami yang bekerja sebagai wiraswasta. Pasien beragama Islamyang
tinggal di Jl. Rawa 4 Daya.
Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan, diketahui asupan zat gizi pasien sebelum masuk
rumah sakit dan sebelum intervensi. Asupan zat gizi pasien sebelum intervensi
sangat kurang.
Sejak
masuk rumah sakit pada tanggal 1 Juni 2013 pasien mengeluh sakit perut tembus
kebelakang dengan diagnosa post partum.
Berdasarkan
hasil perhitungan kebutuhan zat gizi pasien dengan menggunakan Harrist Bennedict
diketahui kebutuhan energi pasien sebanyak 2415,34 kkal, kebutuhan protein
sebanyak 119 gram, kebutuhan lemak pasien sebanyak 48 gram, dan kebutuhan
karbohidrat sebanyak 392 gram.
Dari
hasil pengamatan dan recall makanan yang dikonsumsi selama 2
hari,
menunjukkan peningkatan setiap harinya kecuali pada hari ketiga karena tidak
dapat melakukan pengamatan sepenuhnya untuk makan malam karena pasien telah
pulang. Asupan makanan pasien adalah sebagai berikut :
1. Asupan
makanan hari I
Asupan
makanan hari pertama pengamatan yang berasal dari luar rumah sakit dan dari
rumah sakit, energi (90%), protein (70%), lemak (165%), karbohidrat (77%).
Terjadi kenaikan asupan dari hasil wawancara dan pengamatan asupan zat gizi
sebelum masuk rumah sakit dan sebelum intervensi.
2. Asupan
makanan hari II
Asupan
makanan hari pertama pengamatan yang berasal dari luar rumah sakit dan dari
rumah sakit, energi (77%), protein (57,64%), lemak (154%), karbohidrat (64,64%).
Terjadi penurunan asupan zat gizi energi, protein, lemak dan KH.
3. Asupan
makanan hari III
Asupan
makanan hari ketiga pengamatan yang berasal dari luar rumah sakit dan dari
rumah sakit, energi (50%), protein (45%),
lemak (140%), karbohidrat (34%). Dari data diatas menunjukkan hasil pengamatan
pada hari ketiga mengalami penurunan asuapn zat gizi karena di pagi hari pasien
hanya mengkonsumsi nasi kuning serta mengkonsumsi makanan berupa kacang bawang,
dan makan malam tidak dapat kami amati karena pasien sudah pulang.
4. Evaluasi
perkembangan diet
Sebelum
studi kasus pasien diberikan makanan biasa dengan diet TKTP. Berdasarkan
kondisi pasien dan perhitungan kebutuhan zat gizi, pasien tetap diberikan diet
TKTP. Pada hari pertama intervensi pasien mengkonsumsi makanan dari luar rumah
sakit untuk makan pagi, makan siang dan makan malam pasien mengkonsumsi makanan
dari rumah sakit, pada hari ketiga pasien makan makanan dari luar rumah sakit.
Makanan dari luar rumah sakit dan makanan dari rumah sakit semua dapat
dihabiskan oleh pasien. Pada hari ke dua dan ketiga nafsu makan pasien mulai
membaik.
5. Monitoring
antropometri
Berdasarkan
pemeriksaan berat badan pada intervensi pertama hingga akhir intervensi berat
badan pasien tetap.
6. Monitoring
pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik selalu dilakukan pada keadaan umum pasien dan menunjukkan keadaan yang
membaik.
Berdasarkan data dari proses asuhan gizi tersandar ( PAGT ):
(NI-2.1) Kekurangan intake makanan dan minuman oral yang disebabkan oleh meningkatnya
kebutuhan energi karena penyakit yang ditandai oleh intake makanan kurang. Pada
pasien ini terlihat jelas asupan setelah
dilakukan recall sebelum intervensi
energi 44.53%,
protein 27.14%, lemak 82.7%, KH 36.27
% dengan gambaran asupan ini sebagai
pertanda adanya kekurangan zat-zat gizi makro,
jadi pada saat intervensi kami berupaya agar asupan pasien meningkat dengan cara pemberian diet yang
tepat dan motivasi kepada pasien dan keluarga,
terjadi peningkatan asupan energi, protein, lemak dan KH mulai dari hari
pertama intervensi sampai pada akhir intervensi.
(NB-1.2)
Kepercayaan
yang salah/sikap terhadap pangan dan gizi yang disebabkan kebiasaan makan tidak
untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ditandai dengan hasil intervensi pasien yaitu
pasien mengkonsumsi mie instan sehari sekali. Hal ini merupakan tanda sikap
yang salah terhadap salah satu bahan makanan dikarenakan hasil dari wawancara
mendapatkan hasil bahwa pasien mengkonsumsi mie 1x sehari.
(NB-3.2)
Pembatasan terhadap makanan yang disebabkan adanya riwayat alergi pada pasien
ditandai dengan hasil wawancara kepada pasien yaitu pasien alergi terhadap
udang.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari studi kasus dapat
ditarik kesimpulan bahwa:
1. Diagnosa
penyakit pasien adalah post partum. Diagnose ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
kondisi fisik klinis pasien dan keadaan pasien yang akan melahirkan.
2. Permasalah
gizi pasien adalah kurangnya asupan energy daan zat gizi pasien, serta pasien
sering menkonsumsi mie instant dengan frekuensi 1x sehari dan terdapat riwayat
alergi yaitu pasien alegi pada udang.
3. Kebutuhan
energy dan zat gizi pasien adalah sebagai berikut:
Energi : 2413.34 kkal/hari
Protein : 119 gr/hari
Lemak : 48 gr/hari
HA : 392 gr/hari
4. Terapi
diet yang diberikan adalah diet TKTP
5. Rata-rata
tingkat konsusmsi energy, protein, lemak dan karbohidrat pasien selama 3 hari
pengamatan tergolong dalam kategori kurang.
6. Materi
yang diberikan meliputi tujuan, prinsip dan syarat diet TKTPi, pola makan yang
sehat, bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan, ditandai dengan
pasien telah memahami materi konseling yang dibuktikan adanya perubahan dalam
pola makan dan pemahaman materi.
B.
Saran
1. Keluarga
pasien harus memberikan motivasi dan dukungan pada pasien untuk melakukan diet
yang diberikan dengan baik untuk
mempercepat proses kesembuhan pasien dan memperlancar produksi ASI, agar
kebutuhan ASI bayi dapat terpenuhi dengan asupan ibu yang baik.
2. Keluaraga
pasien harus membantu pasien dan memberikan dukungan untuk merubah pola hidup
sehat pasien yang kurang baik, seperti mengkonsumsi mie instant dengan jumlah
yang banyak maupun sedikit.
3. Keluarga
pasien seharusnya berkonsultasi langsung dengan ahli gizi sehubungan dengan
diet yang harus dijalani pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier,
S. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta
: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007
Hartono,
A. Terapi Gizi Dan Diet Rumah Sakit. Eds.2.
jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006
Rosnelly,
dkk. Buku Pedoman Praktis Diagnosa Gizi
Dalam Proses Asuhan Gizi Terstandar. Instalasi gizi malang 2008
Mariyam,
D. Perhitungan Kebutuhan Gizi Rumah Sakit
Dr. Saiful Anwar Malang. Malang. 2006
Yustini.
Buku Saku Ahli Gizi. Instalasi Gizi
RS. Dr. Wahidinsudirohusodo Makssar. 2012
Sulistyorini,
Buku Pedoman Diet. Instalasi Gizi
Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang. 2006