PENDIDIKAN,KESEHATAN,UNIK,ISLAM,AL-QURAN,Keajaiban Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan,MISTERI,HUMOR

Seperti Manusia, Nyamuk Juga Bisa Gagal Ginjal

Share on :


Zat kimia baru sukses mengganggu fungsi protein dan ginjal pada nyamuk


Nyamuk Aedes Aegypti (ilustrasi)
Nyamuk Aedes Aegypti (ilustrasi) 
Tim peneliti dari Ohio State University, Amerika Serikat, berhasil menemukan bahan kimia yang dapat menyebabkan gagal ginjal pada nyamuk.

Temuan ini berpotensi menjadi cara baru mengembangkan insektisida alias obat pembasmi serangga, terutama untuk membunuh nyamuk penyebar penyakit berbahaya, seperti malaria dan demam berdarah.

Menurut temuan itu, seperti dilansir Escience News, Jumat 31 Mei 2013, bahan kimia yang dapat mengganggu fungsi protein nyamuk, atau biasa disebut kalium juga berfungsi untuk mengeluarkan urin pada nyamuk.

Peter Piermarini, Profesor Entomologi dari Ohio State's Ohio Agricultural Research and Development Center (OARDC), mengatakan selain merusak ginjal nyamuk, bahan kimia ini juga bisa membuat nyamuk susah terbang karena badannya membengkak, sehingga umurnya lebih pendek.

"Nyamuk betina sangat bergantung pada ginjalnya (Malphigi tubulus) ketika menyedot darah manusia. Ginjalnya berfungsi untuk menyaring air dan garam pada darah, lalu mengeluarkannya menjadi urin," kata Piermarini.

Piermarini menambahkan, nyamuk yang memiliki gangguan ginjal akan sulit untuk melarikan diri dari manusia. Selain itu, nyamuk-nyamuk juga akan sangat sulit untuk menghisap darah manusia.

"Dengan penemuan generasi terbaru bahan kimia perusak ginjal nyamuk, maka penyakit-penyakit berbahaya yang disebarkan oleh nyamuk diharapkan bisa diminimalisir," ungkapnya.

Mengurangi Malaria
Metode pengendalian nyamuk dengan merusak ginjalnya menjadi cara baru mengendalikan nyamuk-nyamuk yang kebal terhadap insektisida, khususnya untuk memerangi penyakit malaria.

Saat ini, penyakit malaria diketahui membunuh hampir satu juta orang setiap tahunnya. Sementara itu, demam berdarah menginfeksi ratusan juta orang setiap tahunnya.

Penelitian dari Ohio State University ini didanai sebesar US$1,4 juta, setara Rp13 miliar oleh Foundation for the National Institutes dan Bill & Melinda Gates Foundation.

Sementara itu, hasil penelitian ini sudah diterbitkan dalam Jurnal PLoS ONE pada 29 Mei 2013.